PENDAHULUAN
Pedikulosis adalah infestasi kulit
atau rambut manusia yang disebabkan oleh
kutu (Pediculus).
Pediculus merupakan parasit obligat, yaitu
parasit yang harus menghisap darah manusia untuk
dapat mempertahankan hidup. Pedikulosis
pada manusia disebabkan oleh tiga spesies kutu, yaitu kutu yang
menginfestasi kulit dan rambut
kepala (Pediculus humanus var. capitis),
tubuh (Pediculus humanus var. corporis),
dan pubis (Phthirus pubis). Pedikulosis kapitis (PK) adalah
infestasi Pediculus humanus var. capitis di kulit dan
rambut kepala. Pediculus humanus var. capitis dikenal masyarakat sebagai kutu rambut. Pedikulosis pubis (PP) adalah
infestasi Phthirus pubis (P. pubis) di regio pubis dan dapat juga pada daerah berambut seperti
tungkai, dada, axilla, dan lengan.1
Pedikulosis pubis menular melalui kontak fisik langsung dan merupakan penyakit
menular seksual (PMS). Diagnosis PP harus dihubungkan dengan penyakit menular
seksual, termasuk human immunodeficiency
virus (HIV) dan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).2
Pedikulosis menyerang 6-12 juta orang
usia 3-11 tahun di Amerika Serikat setiap tahun. Pedikulosis kapitis umumnya
terjadi saat musim panas dan PP umumnya terjadi pada musim dingin. Di negara
berkembang PK lebih sering terjadi pada perempuan. Prevalensi pedikulosis kapitis
di Turki 0,7-59%, Eropa 0,48-22%, Inggris 37,4%, Australia 13%, Afrika lebih
dari 58,9%, dan Amerika 3,6-61,4%. Kondisi higiene yang tidak baik dapat
meningkatkan prevalensi pedikulosis.2,3
Referat ini akan membahas mengenai etiologi, gejala
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis PK dan PP yang
bertujuan untuk menambah khasanah pengetahuan tentang PK dan PP.
EPIDEMIOLOGI
Penularan PK lebih sering melalui
kontak langsung maupun tidak lagsung,
yaitu melalui
benda-benda seperti sisir, topi, bantal, pakaian, dan aksesoris yang dipakai secara bersamaan. Rambut
panjang terutama pada perempuan bukan merupakan faktor untuk terjadinya
pedikulosis.
Higienitas yang buruk juga dapat meningkatkan risiko terjadi penyakit ini.2 Pedikulosis pubis dapat
dikaitkan dengan penyakit menular seksual, karena 30% penderita PP memiliki
penyakit menular seksual lainya seperti HIV, sifilis, gonore, klamidia, herpes,
dan kondiloma akuminata. Pedikulosis pubis lebih sering
terjadi pada usia 14-40 tahun karena merupakan usia seksual aktif.2,3 Penelitian
menunjukkan 8,9% anak terinfestasi
pedikulosis dari 6.169 anak sekolah di
Belgia,. Data lain menunjukkan 9,6% remaja usia sekolah di Saudi Arabia
mengalami PK.
Insidensi pedikulosis di Indonesia
belum diketahui secara pasti karena belum ada penelitian mengenai insidensi
pedikulosis.2
ETIOLOGI
Pedikulosis Kapitis
Pediculus humanus var. capitis termasuk dalam golongan filum Arthopoda,
kelas Insecta, ordo Phthiraptera,
subordo Anophara, family Pediculidae dan spesies Pediculus
humanus. Kutu ini mempunyai dua mata dan 3 pasang
kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah.
Terdapat dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Pediculus humanus var. capitis betina berukuran 1,2-3,2 mm dan kutu jantan berukuran lebih kecil (Gambar 1).2,4
Gambar 1. Pediculus
humanus var. Capitis2
Siklus hidup Pediculus humanus var. capitis terdiri atas stadium telur, larva, nimfa dan
dewasa (Gambar 2). Pediculus humanus var. capitis betina dapat hidup selama
16 hari dan menghasilkan 50-150 telur. Telur berbentuk oval dan berwarna putih atau
kuning. Telur Pediculus humanus var. capitis membutuhkan 8-9 hari untuk menetas,
kemudian telur yang menetas akan menjadi nimfa. Nimfa akan menjadi dewasa dalam 9–12 hari sesudah
menetas. Nimfa
harus memperoleh makanan berupa darah untuk hidup. Pediculus
humanus var. capitis berbentuk seperti biji wijen dengan panjang sekitar 1-2 mm, tidak bersayap, memipih
di bagian
dorsoventral dan memanjang.5
Gambar 2. Siklus
hidup Pediculus humanus var. Capitis5
Parasit ini memiliki tiga pasang kaki
yang disesuaikan sebagai pengepit rambut dan mulut penghisap kecil di bagian
anterior yang berfungsi untuk
mendapat darah. Pediculus humanus var. capitis dapat merayap dengan cepat
hingga 23 cm per menit. Pediculus humanus var. capitis dapat bertahan hidup kisaran 30 hari di kepala
manusia. Pediculus humanus var. capitis dapat mati dalam satu sampai dua hari setelah jatuh dari rambut.5 Pediculus humanus var. capitis terdiri atas kutu jantan
dan betina. Pediculus humanus var. capitis betina dibedakan dengan
kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dan terdapat penonjolan daerah
posterior yang membentuk huruf V berfungsi untuk menjepit sekeliling batang rambut
ketika bertelur.2
Pedikulosis Pubis
Phthirus
pubis berukuran lebih kecil dibandingkan dengan Pediculosis humanus var. capitis. P. pubis berukuran 0,8-1,2 mm
dengan cakar lebih besar seperti kepiting, berwarna putih sampai abu-abu dan berbentuk
oval (Gambar 3).2 P. pubis hidup kurang lebih 2 pekan,
selama hidup P. pubis betina
menghasilkan 1-2 telur per hari. Telur akan menetas mejadi nimfa setelah satu
pekan dan menjadi P. pubis dewasa
setelah 2 pekan berikutnya. Telur yang sudah menetas berwarna putih dan mudah
terlihat (Gambar 4).6
Gambar 3. Phthirus
pubis2
Cakar P. pubis digunakan untuk mencengkram rambut pubis termasuk rambut
di sekitar panggul, perianal, dan axilla.
Infestasi berat P. pubis dapat juga
mengenai bulu mata, alis mata, rambut di wajah, axilla, dan kadang mengenai rambut pada pinggiran scalp.2,7
Gambar 4. Telur kutu pedikulosis. (a) telur yang masih memiliki embrio. (b) telur yang tidak lagi memiliki
embrio, tampak transparan.2
GEJALA KLINIS
Pedikulosis Kapitis
Gejala awal yang dominan
adalah gatal. Gatal mulai dari derajat ringan sampai tidak dapat ditoleransi bahkan dapat
mengganggu tidur di malam hari terutama pada anak-anak. Area yang
terkena infestasi pedikulosis adalah regio scalp,
belakang leher, dan belakang teliga. Kelainan kulit pada pedikulosis timbul akibat garukan untuk menghilangkan gatal.1,3 Larva dan kutu dewasa meletakkan kotorannya di kulit kepala yang akan
menyebabkan rasa gatal. Telur diletakkan sepanjang rambut dan mengikuti pertumbuhan rambut, yang berarti
makin ke ujung makin terdapat telur lebih matang (Gambar 5).5 Gatal juga timbul akibat liur dan ekskreta dari kutu yang masuk
ke dalam kulit saat menghisap darah. Infeksi sekunder dapat terjadi akibat
garukan karena gatal. Infeksi sekunder bahkan dapat menimbulkan pustul dan
abses, namun biasanya pemeriksa hanya menemukan ekskoriasi, eritem, dan skuama
putih. Tetapi, sebagian besar infestasi Pediculosis
humanus var. capitis tidak menunjukkan gejala terutama pada infestasi
pertama dan ringan.1,2
Gambar
5. Pediculosis humasnus var. capitis. (a).
Telur kutu dengan panjang 0,8 mm. (b). Telur kutu pada
rambut.5
Pedikulosis Pubis
Phthirus pubis menyukai daerah yang memiliki
kelenjar apokrin, misal regio pubis, anogenital, dan axilla; tetapi dapat juga di dada dan perut yang berbulu lebat.2
Lesi primer karena gigitan kutu biasanya tidak begitu jelas, tapi dapat
menimbulkan papul (Gambar 6a) dan gatal
yang hebat terutama di malam hari.6
Pruritus timbul 30 hari setelah pajanan
awal. Akibat garukan terjadi eritem, iritasi dan infeksi sekunder. Kadang di
tempat gigitan terdapat maculae cerulae berupa
bercak berdiameter kurang dari 1 cm, berwarna kebiruan, tidak gatal, dan
menghilang saat pemeriksaan diaskopi. Makula ini terdapat di daerah dada,
abdomen dan paha atas, akan hilang setelah beberapa hari diduga akibat produk
yang dihasilkan oleh kelenjar liur kutu.6
Infestasi PP dapat mengenai bulu mata terutama pada
anak-anak, biasanya ditularkan oleh ibunya sehingga terjadi blefaritis disertai
krusta (Gambar 6b). Kejadian ini
jarang dijumpai pada penderita dewasa.6,7
Gambar 6. Phthirus pubis . (a) Papul
akibat gigitan kutu (b) Telur kutu
pada bulu mata anak.7
DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditemukan kutu dewasa,
nimfa atau telur di daerah predileksi. Pediculosis
humanus var. capitis paling sering ditemukan di daerah oksipital dan
retroaurikular.1,2 Sedangkan P.
pubis sering ditemukan di rambut pubis dan rambut lain di tubuh. Namun
apabila tidak dijumpai kutu dewasa, maka pedikulosis dapat ditegakkan dengan
menemukan telur kutu yang menempel di batang rambut melalui pemeriksaan
mikroskopis (Gambar 7).6
Gambar
7. Telur kutu pada rambut.7
DIAGNOSIS BANDING
Pedikulosis kapitis dapat didiagnosis banding antara lain
dengan tinea kapitis, pioderma (impetigo krustosa), dan dermatitis seboroik. Pedikulosis
pubis dapat didiagnosis banding dengan trikomikosis pubis, dermatitis atopik, dermatitis
seboroik, tinea kruris, folikulitis, moluskum kontangiosum, dan skabies.6
KOMPLIKASI
Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi
pada pedikulosis karena kutu pedikulosis menjadi vektor pembawa Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pyogenes. Penelitian menyebutkan bahwa kutu pedikulosis dapat menjadi
vektor mikroorganisme patogen penyebab Rickettsia atau louse-borne typhus yang disebabkan oleh
Rickettsia prowazekii
dan Trench fever yang disebabkan oleh Bartonella quintana. Penyakit ini terjadi terutama jika
infestasi pedikulosis berat.1,2
PROGNOSIS
Prognosis pedikulosis umumnya baik.
Setiap penderita yang telah mendapat terapi harus dievaluasi satu pekan
kemudian dan diberikan terapi lagi jika masih ditemukan kutu atau telur kutu.
Pengobatan pedikulosis akan lebih sulit jika terdapat komplikasi pedikulosis
seperti Rickettsia atau louse-borne
typhus, dan Trench fever. Kerusakan
lapisan kulit juga dapat meyebabkan infeksi bakteri seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). 1,2
PENATALAKSANAAN
Pedukulosis Kapitis
Terapi PK mencakup terapi umum dengan
mengontrol kutu atau lingkungan dan terapi khusus dengan obat-obatan. Terapi
umum dilakukan dengan menghindari kontak dengan barang-barang yang diduga
terkontaminasi seperti topi, pakaian, handuk, sisir, tempat tidur, dan
lain-lain.1,8 Lingkungan
harus dibersihkan secara teratur. Tempat tidur, pakaian, penutup kepala
hendaknya dicuci dan direndam dengan air panas dengan suhu diatas 53,5 oC
minimal selama 5 menit. Kutu dan telur pedikulosis akan mati setelah terpapar
suhu diatas 53,5 oC. Sisir
dan sikat rambut hendaknya direndam dan digosok dengan alkohol 60-90% atau lysol 2% selama 1 jam.2
Terapi khusus PK adalah dengan losio permetrin
1% yang dioleskan di
kulit dan rambut kepala yang kering,
didiamkan selama 10 menit, kemudian rambut dicuci dan disisir menggunakan sisir
rapat atau serit. Masa inkubasi
telur kutu adalah 6-7 hari sehingga pengobatan dapat diulang kembali 7 -14 hari kemudian jika masih
terdapat telur. Permetrin dapat
mengganggu polarisasi dinding sel syaraf parasit melalui ikatan dengan natrium.
Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralisis
parasit.3,9 Obat pilihan lain adalah malation
0,5% yang digunakan pada malam hari sebelum tidur, rambut
dicuci dengan sabun kemudian dioleskan losio malation, lalu kepala ditutup
dengan kain sampai pagi hari selama 8-12 jam, kemudian rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir menggunakan sisir
rapat atau serit. Pengobatan dapat diulangi satu pekan kemudian jika masih
terdapat telur.9,10 Malation adalah inhibitor cholinesterase irreversibe yang
menyebabkan penumpukan acetylcholine,
menyebabkan paralisis parasit. Pada infeksi sekunder berat
sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder diobati dengan antibiotik sistemik
dan topikal lalu disusul dengan obat di atas dalam bentuk shampoo. Permetrin dan malation efektif
untuk membunuh parasit dewasa dan telurnya.9
Pedikulosis Pubis
Terapi
umum yang harus dilakukan pada penderita PP adalah mencari infeksi menular
seksual (IMS) lain yang mungkin menyertai karena PP sering diderita bersamaan
dengan IMS lain. Reinfestasi PP dapat dicegah dengan membersihkan telur di
rambut dengan memakai sisir yang rapat. Pasangan seks dalam kurun waktu 1 bulan
terakhir harus diterapi secara simultan.6 Pakaian dalam, handuk,
sprei dicuci dengan air panas dan disetrika, atau jangan dipakai minimal selama
72 jam karena bila tidak menghisap darah pejamu, kutu jarang dapat hidup lebih
dari 24 jam.2,6
Penderita
PP diterapi dengan shampoo gameksan 1% yang dioleskan selama 4 menit
kemudian dicuci, diberikan selama 7 hari lalu dievaluasi kembali satu pekan
kemudian. Gameksan merupakan
neurotoksin yang mengganggu fungsi neurotransmiter sehingga mempengaruhi fungsi
syaraf parasit. Gameksan tidak boleh diberikan pada anak berusia kurang dari 2
tahun, ibu hamil dan menyusui serta penderita dengan erosi masif karena
bersifat neurotoksik.1,6 Terapi
lain yang dapat digunakan adalah krim permetrin 1% yang dioleskan selama 10
menit kemudian dicuci, diberikan selama satu pekan dan dievaluasi kembali satu
pekan kemudian.6 Permetrin merupakan terapi pilihan untuk
pedikulosis, diserap kurang dari 2% dan cepat diubah menjadi metabolik inaktif.
Aktivitas farmakologik sama seperti gameksan tetapi tidak menimbulkan
neurotoksik.9 Bila P. pubis mengenai bulu mata dapat dioleskan salep mata
oklusif di tepi kelopak mata, 2 kali sehari salama 10 hari.
Selain itu, dapat juga diberikan salep mata fisostigmin 0,25%, 4 kali sehari selama
3 hari. Penderita pedikulosis
yang telah mendapat terapi harus dievaluasi ulang, jika masih ditemukan kutu
atau telurnya maka pengobatan dapat diulang.6
KESIMPULAN
Pedikulosis kapitis merupakan
infestasi kutu Pediculosis humanus var.
capitis di kulit dan rambut kepala (scalp).
Pedikulosis pubis merupakan infestasi P. pubis daerah pubis, axilla, dada dan perut yang berambut
tebal, bulu mata, alis, dan bahkan di rambut pinggiran scalp. Gejala klinis yang paling umum ditemui adalah rasa gatal
karena pengaruh liur dan ekskret kutu saat menghisap darah. Terapi pedikulosis
mencakup terapi umum dengan mengontrol kutu dan lingkungan dan terapi khusus
dengan obat-obatan. Pedikulosis pubis merupakan penyakit menular seksual
sehingga pasangan seks dalam kurun 1 bulan terakhir harus diterapi secara
simultan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,
other mites, and pediculosis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th edition.
New York: McGraw-Hill. 2012. p.2573-8.
2.
Guenther
CL, dan Maguiness S. Pediculosis and pthiriasis (lice infestation) [internet].
2015 [cited 2015 November 15]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/225013-overview.
3.
James
WD, Elston DM & Berger TG. Andrew’s disease of the skin: clinical dermatology, 11th
edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2011.
4.
Gunning K,
Kiraly B, Pippit K, and Sayler M. Pediculosis and scabies: a treatment update. J Am Fam Phy.
2013.;24(3): 211-6.
5.
Burkhart CN, Burkhart CG dan Morrel DS.
Infestation. In: Bolognia JL, Jorizzzo JL dan Schaffer
JV, eds. Dermatology, 3rd edition.
Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2012. p.1426-31
6.
Suryaatmadja
L. Pedikulosis pubis. In: Zubeir F, Makes WIB, Daili SF, eds.
Infeksi menular seksual. 4th edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p.193-203.
7.
Wolff K
& Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical
dermatology, 7th edition. New York: McGraw-Hill. 2012.
8.
Robert
J, Richard. Head lice [internet]. 2002 [cited
2015 November 15]. Available from http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp012640.
9.
Centers for Disease Control and
Prevention (CDC). Pubic lice [internet]. 2013 [cited 2015 November 15].
Available from http://www.cdc.gov/parasites/lice/pubic/index.html.
10. Handoko
RP. Pedikulosis. In: Djuanda A,
Hamzah M, dan Aisyah S, eds. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin.
6th edition. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p.119-22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar