Struktur dan Metabolisme Tulang
Tulang
merupakan organ vital yang berfungsi untuk alat gerak, proteksi alat-alat di
dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, organ
hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis selalu
diperbaharui melalui proses remodelling yang
terdiri dari proses resopsi dan formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang
yang tua dan rusak akan dibersihkan dan digantikan oleh tulang yang baru
melalui proses formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam
keadaan normal, massa tulang yang diresorpsi akan seimbang dengan massa yang
diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses
resorpsi lebih aktif dibanding dengan proses formasi, sehingga terjadi defisit
massa tulang dan tulang semakin tipis dan rapuh.1,4
Sebaigaimana jaringan ikat lain,
tulang terdiri dari matriks dan sel. Matriks tuang terdiri dari serat-serat
kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas,
osteoklas, dan osteosit.1,4
Osteoblas adalah sel tulang yang
bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam
sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen protein dari
jaringan tulang. Selain itu osteoblas berperan memuli proses resorpsi tulang
dengan cara membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorpsi memlalui
berbagai proteinase yang dihasilkan. Pada permukaan osteoblas, terdapat
berbagai reseptor permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang,
termasuk resorpsi tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting
pada bone turnover.1,4
Osteosit merupakan sel tulang yang
terbenam didalam matriks tulang. Sel ini berasal dari osteoblas, memiliki
juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit
lainnya dan juga dengan bone lining cells
di permukaan tulang. Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui. Tetapi
diduga berperan pada transmisi sinyal dan stimuli dari satu sel dengan sel
lainnya. Baik osteoblas dan osteosit dari sel mesenkimal terdapat didalam
sumsusm tulang, periosteum dan mungkin di endotel pembuluh darah. Sekali
osteoblas selesai mensintesis osteoid, maka osteoblas akan langsung berubah
menjadi osteosit yang tebenam didalam osteoid yang disintesis.1,4,5
Osteoklas adalah sel yang
bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang. Pada proses trabekular,
osteoklas akan membentuk cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut
dengan lakuna hawship. Sedangkan pada
tulang kortikal, osteoklas akan membentuk krucut sebagai hasil resopsi yang
disebut cutting cone, dan osteoklas berada
di apeks kerucut tersebut. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak,
tetapi berasal dari sel hemopoetik mononuklear.1,4
Kalsium
Tulang
orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini
berada di dalam tulang dan 1% lainnya berada di dalam cairan esktrasellular dan
jaringan lunak.1,4,6
Kalsium
memegan dua peranan fisiologik penting di dalam tubuh. Di dalam tulang,
garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur kerangkan, sedangkan
di dalam cairan ekstraselular dan sitosol, Ca2+ sangat berperan
dalam proses biokimiawi tubuh. Kedua kompartemen tersebut harus berada dalam
keadaan seimbang.1,4,6
Di
dalam serum kalsium berada dalam 3 fraksi, yaitu Ca2+ sekitar 50%, kalsium yang
terikat dengan albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama
sitrat dan fosfat sekiEttar 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai
sifat dapat melewati membran semipermeable, sehingga akan difiltrasi di
glomerulus secara bebas. Reaabsorpsi kalsium di tubulus ginjal terutam di
tubulus proksimal, yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di lengkung henle, dan
sekiatar 8% di tubulus distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama
terjadi di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein, terikat
pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada pH 7,4, setiap gr/dl
albumin akan mengikat 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus
karboksil albumin dan ikatannya sangat bergantung pada pH serum. Pada keadaan
asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang, sehingga kadar Ca+ akan
meningkat, dan sebalikknya pada alkalosis akut.1,4
Secara
fisiologis, Ca2+ ekstraselular memegang peranan sangat penting yaitu:1,4
·
Berperan sebagai kofaktor pada proses
pembekuan daran, misalnya untuk faktor IX, X dan protrombin.
·
Memelihara mineralisasi tulang.
·
Berperan dalam stabilisasi membran
plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan manjaga permeabilitas
membran plasma terhadap ion Na+. Penurunan kadar Ca2+ serum akan meningkatkan
permeabilitas membran plasma tehadap Na+ dan meningkatkan respon jaringan yang
mudah terangsang.
Kadar
Ca2+ di dalam serum diatur oleh 2 hormon penting, yaitu
hormon paratiroid (PTH) dan 1,25(OH)2 vitamin D. Di dalam sel, pengaturan homeostatis
kalsium sangat kompleks. Sekitar 90-99% kalsium intraselular berada di dalam
mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca2+ di dalam sitosol, diatur oleh 3
pompa yang terletak pada membran plasma, membran mikrosomal, dan membran mitokondria sebelah dalam. Pada otot rangka
dan otot jantung, kalsium berperan dalam proses eksitasi dan kontraksi jaringan
tersebut. Pada otot rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum
sarkoplasmik dan merupakan gudang kalsium yang penting di dalam sel yang
bersangkutan.1,4
Sel
kelenjar paratiroid sangat sensitif terhadap kadar Ca2+ di dalam serum. Perang
PTH pada reabsorpsi Ca di tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan
absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar 1,25(OH)2 vitamin D, sangat penting menjada stabilitas
kadar Ca2+ di dalam serum. Selain itu peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate treshold (TmP/GFR)
sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan
diekskresikan oleh ginjal.1,4
2.1.2. Fosfor
Tubuh
orang dewasa mengadung sekitar 600 mg fosfor. Sekitar 85% berada dalam bentuk
kristal di dalam tulang dan 15% berada di dalam cairan ekstraselular. Sebagian
besar fosfor ekstraselular berada dalam bentuk ion fosfat anorganik dan berada
di dalam jaringan lunak, hampir semua dalam bentuk ester fosfat. Fosfat
intraselular memegang peran sangat penting dalam proses biokimiawi intrasel,
termasuk pada pembentukan dan transfer energi selular.1,4
Di dalam serum, fosfat anorganik
juga terbagi dalam 3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang terikat protein dan
fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca, dan Mg. Fosfat yang terikat protein
hanya sekitar 10% sehingga tidak bermakna dibanding keseluruhan fosfat
anorganik di dalam serum. Dengan demikian sekitar 90% fosfat (ion dan kompleks)
akan mudah difiltrasi di dalam glomerulus.1,4
Ginjal memegang peranan sangat
penting pada homeostasis fosfor di dalam serum. Beberapa faktor,baik intrinsik
maupu ekstrinsik, yang mempengaruhi renal
tubular phosphorus treshold (TmP/GFR), akan dapat mempengaruhi kadar fosfat
di dalam serum, misalnya pada hiperparatiroidisme primer, TmP/GFR akan menurun,
sehingga terjadi ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya timbul
hipoposfatemia. Sebaliknya, pada gangguan fungsi ginjal dan hipoparatiroidisme,
TmP/GFR akan meningkat sehingga ekskresi fosfat menurun dan terjadi
hiperposfatemia.1,4
Secara biologik, hasil kali Ca dan P
selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat di dalam serum akan diikuti
dengan penurunan kadar Ca serum, dan yang terakhir ini akan merangsang
peningkatan kadar PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi
fosfat melalui urin dan kadar fosfat di dalam serum kembali menjadi normal,
demikian pula kadar Ca di dalam serum. Pada gagal ginjal kronik, terjadi
hiperfosfatemia yang menahun, sehingga timbul hipertiroidisme sekunder akibat
kadar Ca serum yang rendah.1,4
2.1.3. Vitamin D
Vitamin
D diproduksi oleh kulit melalui paparan sinar matahari, kemudian mengalami dua
kali hidroksilasi oleh hepar dan ginjal, menjadi vitamin D yang aktif, yaitu
1,25-dihidroksivitamin D [1,25 (OH)2D].1,4
Fungsi utama vitamin D adalah
menjaga homeostasis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus
dan mobilisasi kalsium dan tulang pada keadaan asupan kalsium yang inadekuat.1,4
Vitamin D reseptor terdapat di
seluruh dinding usus halus, dengan konsentrasi tertinggi di dalam duodenum.
1,25(OH)2D berperan secara langsung pada masuknya kalsium ke dalam sel usus
melalui membran plasma, meningkatkan gerakan kalsium melalui sitoplasma dan
keluarnya kalsium dari dalam sel melalui membran basilateral ke sirkulasi.
Mekanisme yang pasti dari proses ini belum diketahui secara pasti, walaupun
telah diketahui bahwa 1,25(OH)2D akan meningkatkan produksi dan aktivitas CABP,
fosfatase alkali, ATPase, brush border
actin, dan brush border protein. CABP
merupakan protein utama yang berperan pada fluks Ca melalui mukosa
gastrointestinal.1,2,4
Di tulang 1,25 (OH)2D akan menginduksi monocystic stem cell di sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi
osteoklas. Setelah berdiferensiasi menjadi osteoklas, sel ini akan kehilangan
kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25 (OH)2D. Aktivitas
osteoklas akan diatur oleh 1,25 (OH)2D secara tidak langsung,
melalui osteoblas yang menghasilkan berbagai sitokin dan hormon yang dapat
mempengaruhi proses osteoblas. Pada proses mieralisasi tulang, 1,25 (OH)2D
beperan menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan ekstraselular, sehingga
deposos kalsium hidroksiapatit pada matriks tulang akan berlangsung dengan
baik.1,2,4
Di ginjal, 1,25 (OH)2D
malaui VDR-nya berperan mengatur sendiri produksinya melalui umpan-balik
negatif produksinya dan menginduksi metabolisme hormon ini menjadi asam
kalsitroat yang inaktif dan larut di dalam air.1,2,4
2.2.
Definisi Osteomalasia
Osteomalasia adalah kelainan akibat
tidak sempurnanya mineralisasi tulang baru yang masih dalam bentuk osteoid pada
tempat turn over tulang. Sebagian
besar osteomalasia terjadi melalui mekanisme akibat hipokalsemia,
hipoposfatemia atau hambatan langsung proses mineralisasi.2,6
Osteomalasia ditandai dengan
gangguan mineralisasi pada matriks tulang. Kalsium, fosfat, dan vitamin D
dibutuhkan dalam mineralisasi tulang. Normalnya kadar kalsium dan hormon paratiroid
(parathyroid hormone = PTH)
berbanding terbalik. Sedikit penurunan kadar kalsium serum akan meningkatkan
pelepasan PTH yang akan meningkatkan pelepasan PTH yang akan meningkatkan
reabsorbsi kalsium di ginjal, ekskresi fosfat di tubulus ginjal dan resorpsi
kalsium dari tulang. Vitamin D diproduksi di kulit dengan bantuan cahaya
ultraviolet atau diabsorbsi dari diet di usus halus. Aktivasi vitamin D menjadi
25-hydroxy vitamin D (25-OHD) terjadi
pada hati dan menjadi 1,25-dihydroxy
vitamin D (1,25-(OH)2D) di tubulus proksimal ginjal. Kadar PTH
yang tinggi dan hipokalsemia menstimulasi enzim 1-hidroksilase ginjal untuk mengubah 24-OHD menjadi
1,25-(OH)2D yang meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus.2,3,6
2.3.
Epidemiologi Osteomalasia
Populasi
berisiko adalah orang tua yang hanya tinggal dalam rumah dan sedikit
mendapatkan paparan sinar matahari, diet kalsium dan vitamin D yang kurang,
pasien dengan malabsorbsi yang berhubungan dengan operasi bypass gastrointestinal atau penyakit celiac, imigran dari iklim hangat ke iklim dingin, wanita atau pria
dengan gaun tradisional yang mencegah paparan sinar matahari. Bentuk defisiensi
vitamin D yang ditemukan di masa kecil
berhubungan dengan osteomalasia pada orang dewasa, tetapi gangguan ini jarang
terjadi.2,5
Osteomalasia dapat pula terjadi pada
pasien dengan hipofosfatemian primer karena kelainan herediter yang disebut hypophosphatemic rickets syndrome.
Hypophosphatemic rickets syndrome herediter terjadi pada masa kanak-kanak
dan bertahan hingga dewasa, gangguan ini jarang terjadi. Ada juga osteomalasia
yang terjadi didapat akibat diinduksi tumor dalam rangkaian sindrom
paraneoplasma.2,5
2.4.
Patogenesis Osteomalasia
Proses
mineralisasi tulang dan tulang rawan sangat kompleks, dimana kalsium dan fosfat
inorganik disimpan dalam matriks organik, proses ini tergantung pada:2
-
Ketersediaan kalsium dan fosfat di dalam
cairan ekstraselular.
-
Fungsi metabolik dan transport yang
adekuat di dalam kondrosit dan osteoblas dalam meregulasi kadar kalsium,
fosfat, dan ion lainnya pada tempat mineralisasi.
-
Tersedianya kolagen dalam jenis, jumlah,
dan distribusi tertentu.
-
pH yang optimal untuk deposit kompleks
kalsium-fosfat.
-
Rendahnya kadar inibitor kalsifikasi
pada matriks tulang.
Regulasi
mineralisasi tulang yang memadai diperlukan dalam turn over tulang. Osteomalasia bisa terjadi jika regulasi
mineralisasi tulang tidak memadi meskipun kadar kalsiem dan fosfat normal. Pada
beberapa penyakit, pengaruh perubahan pH, matriks kolagen yang abnormal atau
konsentrasi inhibitor kalsifikasi yang tinggi menyebabkan mineralisasi tulang
yang abnormal. Osteomalasia juga bisa terjadi pada keadaan hipoposfatemia yang
lama yang mungkin merupakan akibat dari ekskresi fosfat lewat ginjal yang
berlebihan, penggunaan etidronat atau antasida pengikat fosfat dalam jangka
lama.2,4
2.5.
Gejala dan Tanda Osteomalasia
Ostemalasia
kadang asimtomatik dan tampak secara radiologis sebagai osteopenia, namun juga
dapat muncul dengan gejala khas, termasuk nyeri tulang difus, poliartralgia,
kelemahan otot dan kesulitan berjalan. Dalam sebuah laporan dari 17 pasien
dengan osteomalasia pada biopsi tulang, temuan berikut dapat diamati:2,3,5
-
Nyeri tulang dan kelemahan otot pada 84%
pasien.
-
Tulang yang rapuh pada 84% pasien.
-
Patah tulang pada 76% pasien.
-
Kesulitan berjalan dan tertatih-tatih
pada 24% pasien.
-
Kekakuan otot, kram, tanda Chvostek’s positif, kesemutan/mati rasa
pada 6-12% pasien.
Aktivitas
mineralisasi matriks pada osteomalasia secara biokimia lebih rendah
dibandingkan tulang normal, sehingga pasien dengan defisiensi vitamin D
cenderung mangalami tulang bengkok dan patah akibat menahan beban.2
2.6.
Etiologi Osteomalasia
Osteomalasia
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:2,3,5
1. Defisiensi
vitamin D
Defisiensi vitamin D adalah penyebab tersering
osteomalasia. Terdapat 3 penyebaba tersering defisiensi vitamin D, yaitu paparan
sinar matahari yang rendah, asupan vitamin D yang rendah (nutrisional), dan malabsorpsi. Mal absorsi dapat terjadi
akibat penyakit dan kelainan gastrointestinal, seperti obstruksi bilier,
insufisiensi pankreas, dan operasi reseksi usus halus. 2,3,5
Perubahan metabolisme didalam tubuh juga dapat
menyebabkan defisiensi vitamin D, yaitu menurunnya 25-hydroxy vitamin D dari liver atau akibat penyakit di saluran
cerna, sindrom nefrotik, dan obat anti kejang. Menurunnya 1,25-dihydroxy vitamin D karena penyakit ginjal. Gangguan
metabolisme vitamin D terkait penyakit rickets
(vitamin D-dependent rickets (VDDR))
baik tipe I maupun tipe II. VDDR tipe I disebut juga pseudo-vitamin D deficiency, merupakan
penyakit herediter yang bersifat resesif autosomal, yang ditandai dengan kadar
1,25 (OH)2D yang rendah akibat gangguan aktivitas 25
OHD-1α-hidroksilase di ginjal, sehingga kadar 25 OHD didalam serum sangat
rendah. Penyakit ini sangat jarang, biasanya menyerang anak dibawah 2 tahun,
terutama pada 6 bulan pertama kehidupan dan dapat diatasi dengan memberikan
vitamin D dosis tinggi atau kalsitrol dosis fisiologik. VDDR tipe II disebut
juga hereditary 1,25(OH)2D
resistent rickets, merupakan kelainan yang jarang terjadi dan menyeranga
anak-anak yang diakibatkan oleh abnormalitas jumlah, afinitas dan fungsi
reseptor 1,25(OH)2D intraselular, sehingga kadar 1,25(OH)2D di serum tinggi tetapi
tidak berfungsi. 2,3,5
2. Defisiensi
kalsium
Defisiensi kalsium dapat terjadi akibat
asupan yang kurang atau ekskresi yang berlebihan lewat urin atau feses.
Ekskresi lewat urin yang berlebihan dapat diakibatkan oleh kebocoran di ginjal
atau akibat penggunaan glukokortikoid atau hiperkalsiuria idiopatik. Terapi
pilihan adalah dengan pemberian kalsium karbonat, karena selain harganya murah,
juga kandungan kalsium elementalnya cukup tinggi. 2,3,5
3. Defisiensi
fosfat
Defisiensi fosfat dapat disebabkan oleh
asupan fosfat yang rendah, gangguan absorbsi fosfat diusus atau peningkatan
klirens fosfat di ginjal. Hipoposfatemia akan mengakibatkan peningkatan
aktivitas 25(OH)D-2α-hidroksilase di ginjal sehingga kadar 1,25(OH)2D
meningkat. Akibatnya akan terjadi hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan
peningkatan resorbsi tulang oleh osteoklas. 2,5
X-linked
hypophosphatemia (vitamin D-resistent rickets/VDDR) juga
dapat menyebabkan defisiensi fosfat. Kelainan ini disebabkan oleh defek pada
transport fosfat di tubulus ginjal sehingga terjadi pembuangan fosfat yang
berlebihan dan hipoposfatemia. Kelainan ini juga akan mengakibatkan gangguan
metabolisme vitamin D sehingga produksi 1,25 (OH)2D menurun.
Kelainan ini ditemukan terutama pada anak-anak, tetapi kadang ditemukan juga
pada orang dewasa. 2,5
Hipoposfatasia merupakan kelainan yang
diturunkan secara resesif autosomal dan ditandai dengan rendahnya kadar alkali
fosfatase di serum dan jaringan. Mekanisme osteomalasia pada kelainan ini tidak
jelas; diduga akibat kegagalan hidrolisa pirofosfat yang merupakan inhibitor
mineralisasi, sehingga terjadi defek mineralisasi tulang. 2,5
4. Sindrom
nefrotik
Osteomalasia pada sindrom nefrotik
diakibatkan oleh pembuangan vitamin D yang berlebihan lewat urin. Di dalam
darah, vitamin D terikat pada α-globulin yang disebut vitamin D-bnding protein (DBP).
Pada sindrom nefrotik, DBP ikut terbuang lewat urin sehingga vitamin D
yang terikat DBP ikut terbuang. Walaupun demikian, kadar vitamin D bebas di
dalam serum tetap dalam batas normal, sehingga pengukuran kadar vitamin D total
dapat mengelirukan. 2,3,5
5. Penyakit hati kronik
Hati berperan dalam hidroksilasi vitamin
D pada posisi 25. Penurunan kadar 25OHD dapat disebabkan oleh penurunan
sintesis DBP oleh hati, nutrisi yang buruk dan malabsorbsi. 2
6. Hipoparatiroidisme
Hormon paratiroid berperan sebagai
stimulator produksi 1,25 (OH)2D sehingga hipoparatiroidisme akan
menurunkan produksi 1,25 (OH)2D. 2
7. Obat
antikonvulsan
Penggunaan penitoin atau fenobarbital
jangka panjang akan merangsang enzim sitokrom P450 di hepar sehingga mengganggu
meabolisme vitamin D. Akibatnya kadar 25 OHD di serum turun., tetapi kadar 1,25
(OH)2D tetap dalam batas normal. Selain itu penitoin juga dapat
menrunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkatkan resopsi tulang oleh
osteoklas. Walaupun demikian penggunaan antikonvulsan jarang menimbulkan gejala
klinik osteomalasia, kecuali bila disertai faktor predisposis lain, seperti
nutrisi yang buruk atau paparan sinar matahari yang kurang. 2
8. Intoksikasi
alumunium
Terjadi akibar asupan kalsium yang
berlebihan, misalnya penggunaan pengikat fosfat yang mengandung alumunium, atau
antasid yang mengandung alumunium atau penggunaan cairan dialisat yang
mengandung alumunium pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.
Alumunium akan menghamat aktivitas PTH dan 1α-hidroksilase, menghambat
aktivitas osteoblas dan menggangu mineralisasi tulang.2
9. Etidronat
Etidronat merupakan bisfofonat generasi
satu yang dapat menghambart kristalisasi kalsium fosfat, terutama pada dosis
5-10 mg/kgBB. Efek ini tidak didapatkan pada biposfonat lain. 2
10. Flourida
Garam
ini dapat merangsang formasi tulang. Dan
dapat mengganggu mineralisasi tulang dengan mekanisme yang belum diketahui.
2,5
2.7.
Diagnosis Osteomalasia
Manifestasi
klinis osteomalasia pada orang dewasa relatif tidak spesifik. Meskipun
perubahan radiografik khas seperti zona looser
dapat dilihat, namun osteomalasia paling sering didiagnosis secara biokimia
berdasarkan konsentrasi fosfat menurun dan alkali fosfat meningkat. Pengukuran
25-OHD memberikan konfirmasi bermanfaat tentang kekurangan vitamin D, tetapi
hal ini kadang normal (misalnya pada gagal ginjal kronik). Biopsi tulang di
krista iliaka harus dilakukan jika ada kesulitan diagnosis.2,5
Gambaran laboratorium (Tabel 1) yang biasa didapat adalah:
-
Alkali fosfatase serum meningkat pada
95-100% kasus.
-
Kalsium dan fosfor serum menurun pada
27-38% kasus.
-
Kalsium urin rendah pada 87% kasus.
-
25-hidroxy
vitamin D kurang dari 15 ng/mL pada 100% kasus.
-
Peningkatan kadar PTH pada 100% kasus.
Tabel 1.
Temuan Laboratorium pada Osteomalasia2
Kelainan
|
Fosfat Serum
|
Kalsium Serum
|
Alkali Fosfatase Serum
|
Hormon Paratiroid
|
25-OHD
|
1,25(OH)2D
|
Defisiensi vitamin D
|
↓/N
|
↓/N
|
↑
|
↑
|
↓↓
|
↑ atau ↓
|
Kondisi akibat
ekskresi fosfat urin
|
↓↓
|
N
|
↑
|
N
|
N
|
N
|
Proksimal renal
tubular asidosis
|
↓
|
N
|
N
|
N
|
N
|
N
|
Hipofosfatasia
|
N
|
N
|
↓
|
N
|
N
|
N
|
Osteogenesis
inferfecta dan axial osteomalasia
|
N
|
N
|
N/↑
|
N
|
N
|
N
|
Osteoporosis
|
N
|
N
|
N
|
N
|
N/↓
|
N
|
Pada
gambaran radiologis bisa didapatkan:
-
Gambaran densitas yang rendah karena
gangguan mineralisasi dan mirip dengan osteoporosis.
-
Deformitas tulang dan epifise melebar.
-
Fraktur inkomplit (looser zone) adalah tanda klasik osteomalasia. Loose zone pada radiografi tampak garis lusen yang menggambarkan
unmineralisasi osteoid, pada posisi tegak lurus dengan korteks tulang.
-
Fraktur patologis.
Gambar
1. Osteomalasia:
densitas tulang rendah dan deformitas tulang (bengkok). 7
Gambar
2. Osteomalasia:
deformitas tulang (bengkok), dan epifise melebar.8
Gambar
3. Osteomalasia:
Fraktur inkomplit (looser zone).9
Gambar
4. Osteomalsia:
fraktur patologik pada caput femoralis.10
Gambar
5. MRI
artikulasio genu osteomalasia: gambaran hipointens pada metafisis dan
subkondral (panah hitam) dan collaps pada
tulang rawan di kondilus femoral lateralis.7
2.8.
Penatalaksanaan Osteomalasia
Osteomalasia
dapat diobati dengan terapi berikut:2,5
1. Kalsitrol
atau alfacalcidol memberikan efek yang signifikan. Diet dan pemberian vitamin D
yang adekuat (1000-2000 IU/hari) diharapkan bisa mempercepat penyembuhan
tulang.
2. Pada
kondisi malabsorbsi vitamin D
Pada
penderita malabsorbsi vitamin D, sambil memperbaiki penyebab malabsorbsi, dapat
diberikan vitamin D dosis besar (50.000IU sekali hingga tiga kali atau lebih
setiap pekan) mungkin dibutuhkan.
3. Pada
kondisi hipoposfatemia dan kelainan absobsi fosfat renotubular.
Mineralisasi
tulang terjadi dengan terapi fosfat dan 1,25 (OH)2D dosis tinggi.
Hal ini dibutuhkan untuk mencegah hiperparatiroidisme terkait terapi fosfat.
Pada penderita insuffisiensi ataupun gagal ginjal, pengikat fosfat harus
diminum sesudah makan untu menurunkan absorbsi fosfat di usus halus.
2.8.
Pencegahan Osteomalasia
Untuk
mendapatkan sinar ultraviolet yang cukup makan muka, lengan, tangan, dan
punggung harus terpapar sinar matahari
tanpa tabir surya selama 15 menit setidaknya 2 kali sepekan. Makanan alamin
sumber vitamin D sperti ikan, khususnya salmon, minyak ikan dan sarden atau
tuna kaleng sebaiknya dicukupi. Banyak susu sapi di pasaran mengandung 400 IU
vitamin D tipa liter, namun susu skim dan produk susu olahan lainnya mengandung
vitamin D lebih rendah. Pada orang-orang yang kruang terkena paparan sinar
matahari direkomendasikan mengkonsumsi vitamin D 1000 IU perhari. Pasien yang
menerima terapi penitoin jangka lama harus diberikan vitain D 50.000 tiap 2
hingga 4 pekan untuk profilaksis.2
2.9. Prognosis Osteomalasia
Kekurangan
vitamin D akibat kurangnya asupan atau malabsobrsi basanya berespon baik dnegan
terapi pengganti vitamin D. Osteomalasia yang terkait dengan gagal ginjal
kronik sulit untuk dikelola dan memerlukan terapi jangka panjang. Sebagian
kasus hipokalsemia terkait gagal ginjal kronik, kadang sulit
disembuhkan.2
BAB III
KESIMPULAN
Osteomalasia
adalah kelainan akibat tidak sempurnanya mineralisasi tulang baru yang masih
dalam bentuk osteoid pada tempat turn
over tulang. Sebagian besar osteomalasia terjadi melalui mekanisme akibat hipokalsemia,
hipoposfatemia atau hambatan langsung proses mineralisasi.
Proses
mineralisasi tulang dan tulang rawan sangat kompleks, dimana kalsium dan fosfat
inorganik disimpan dalam matriks organik, proses ini tergantung pada: ketersediaan
kalsium dan fosfat di dalam cairan ekstraselular, fungsi metabolik dan
transport yang adekuat di dalam kondrosit dan osteoblas dalam meregulasi kadar
kalsium, fosfat, dan ion lainnya pada tempat mineralisasi, tersedianya kolagen
dalam jenis, jumlah, dan distribusi tertentu, pH yang optimal untuk deposit kompleks
kalsium-fosfat, dan rendahnya kadar inibitor kalsifikasi pada matriks tulang.
Osteomalasia
jarang menunjukan gejala yang khas, gejala yang ditemui pada osteomalasia
diantaranya adalah nyeri tulang dan kelemahan otot pada 84% pasien, tulang yang
rapuh pada 84% pasien, patah tulang pada 76% pasien, kesulitan berjalan dan
tertatih-tatih pada 24% pasien, kekakuan otot, kram, tanda Chvostek’s positif, kesemutan/mati rasa pada 6-12% pasien. Osteomalasia
paling sering didiagnosis berdasarkan konsentrasi fosfat menurun dan alkali
fosfat meningkat. Pengukuran 25-OHD yang menunjukkan kekurangan vitamin D, dan
diagnosis pasti dengan biopsi tulang di krista iliaka.
Pada
gambaran radiologis bisa didapatkan pada osteomalasia adalah gambaran densitas
yang rendah karena gangguan mineralisasi dan mirip dengan osteoporosis, deformitas
tulang dan epifise melebar, fraktur inkomplit (looser zone) dan bahkan menyebabkan fraktur patologis. Osteomalsia
berespon baik dengan pemberian preparat kalsium dosis tinggi atau disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Setiyohadi,
B. 2009. Struktur dan Metabolisme Tulang. Dalam: Sudoyo AW, dkk , editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing (hal. 2385-401).
2.
Kertia,
N. 2009. Osteomalasia. Dalam: Sudoyo AW, dkk , editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing (hal. 2677-9).
3.
Rasjad,
C. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi III. Jakarta; Yarsif Watampone.
4.
Guyton,
AC dan Hall, JE. 2008. Hormon Paratioroid, Kalsitonin, Metabolisme Kalsium dan
Fosfat, Vitamin D, Tulang dan Gigi. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC (hal. 1029-47)
5.
Price,
SA dan Wilson, LM. 2006. Gangguan Sistem Muskuloskletal dan Jaringan Ikat. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC
(hal. 1357-413)
6.
Basha
B, Rao D, Han Z. 2000. Osteomalacia due to Vitamin D depletion. Am J Med: 108: hal. 296-300.