Sabtu, 09 Januari 2016



Struktur dan Metabolisme Tulang
            Tulang merupakan organ vital yang berfungsi untuk alat gerak, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis selalu diperbaharui melalui proses remodelling yang terdiri dari proses resopsi dan formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan digantikan oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorpsi dan formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang diresorpsi akan seimbang dengan massa yang diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses resorpsi lebih aktif dibanding dengan proses formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang semakin tipis dan rapuh.1,4
            Sebaigaimana jaringan ikat lain, tulang terdiri dari matriks dan sel. Matriks tuang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, osteoklas, dan osteosit.1,4
            Osteoblas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen protein dari jaringan tulang. Selain itu osteoblas berperan memuli proses resorpsi tulang dengan cara membersihkan permukaan osteoid yang akan diresorpsi memlalui berbagai proteinase yang dihasilkan. Pada permukaan osteoblas, terdapat berbagai reseptor permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang, termasuk resorpsi tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat penting pada bone turnover.1,4
            Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang. Sel ini berasal dari osteoblas, memiliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit lainnya dan juga dengan bone lining cells di permukaan tulang. Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diduga berperan pada transmisi sinyal dan stimuli dari satu sel dengan sel lainnya. Baik osteoblas dan osteosit dari sel mesenkimal terdapat didalam sumsusm tulang, periosteum dan mungkin di endotel pembuluh darah. Sekali osteoblas selesai mensintesis osteoid, maka osteoblas akan langsung berubah menjadi osteosit yang tebenam didalam osteoid yang disintesis.1,4,5
            Osteoklas adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang. Pada proses trabekular, osteoklas akan membentuk cekungan pada permukaan tulang yang aktif yang disebut dengan lakuna hawship. Sedangkan pada tulang kortikal, osteoklas akan membentuk krucut sebagai hasil resopsi yang disebut cutting cone, dan osteoklas berada di apeks kerucut tersebut. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari sel hemopoetik mononuklear.1,4   

Kalsium
Tulang orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada di dalam tulang dan 1% lainnya berada di dalam cairan esktrasellular dan jaringan lunak.1,4,6
Kalsium memegan dua peranan fisiologik penting di dalam tubuh. Di dalam tulang, garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur kerangkan, sedangkan di dalam cairan ekstraselular dan sitosol, Ca2+ sangat berperan dalam proses biokimiawi tubuh. Kedua kompartemen tersebut harus berada dalam keadaan seimbang.1,4,6
Di dalam serum kalsium berada dalam 3 fraksi, yaitu Ca2+ sekitar 50%, kalsium yang terikat dengan albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama sitrat dan fosfat sekiEttar 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran semipermeable, sehingga akan difiltrasi di glomerulus secara bebas. Reaabsorpsi kalsium di tubulus ginjal terutam di tubulus proksimal, yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di lengkung henle, dan sekiatar 8% di tubulus distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama terjadi di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein, terikat pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada pH 7,4, setiap gr/dl albumin akan mengikat 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus karboksil albumin dan ikatannya sangat bergantung pada pH serum. Pada keadaan asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang, sehingga kadar Ca+ akan meningkat, dan sebalikknya pada alkalosis akut.1,4
Secara fisiologis, Ca2+ ekstraselular memegang peranan sangat penting yaitu:1,4
·         Berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan daran, misalnya untuk faktor IX, X dan protrombin.
·         Memelihara mineralisasi tulang.
·         Berperan dalam stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan manjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+. Penurunan kadar Ca2+ serum akan meningkatkan permeabilitas membran plasma tehadap Na+ dan meningkatkan respon jaringan yang mudah terangsang.
Kadar Ca2+  di dalam  serum diatur oleh 2 hormon penting, yaitu hormon paratiroid (PTH) dan 1,25(OH)2  vitamin D. Di dalam sel, pengaturan homeostatis kalsium sangat kompleks. Sekitar 90-99% kalsium intraselular berada di dalam mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca2+ di dalam sitosol, diatur oleh 3 pompa yang terletak pada membran plasma, membran mikrosomal, dan membran  mitokondria sebelah dalam. Pada otot rangka dan otot jantung, kalsium berperan dalam proses eksitasi dan kontraksi jaringan tersebut. Pada otot rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik dan merupakan gudang kalsium yang penting di dalam sel yang bersangkutan.1,4
Sel kelenjar paratiroid sangat sensitif terhadap kadar Ca2+ di dalam serum. Perang PTH pada reabsorpsi Ca di tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar 1,25(OH)2  vitamin D, sangat penting menjada stabilitas kadar Ca2+ di dalam serum. Selain itu peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate treshold (TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan diekskresikan oleh ginjal.1,4
2.1.2. Fosfor
            Tubuh orang dewasa mengadung sekitar 600 mg fosfor. Sekitar 85% berada dalam bentuk kristal di dalam tulang dan 15% berada di dalam cairan ekstraselular. Sebagian besar fosfor ekstraselular berada dalam bentuk ion fosfat anorganik dan berada di dalam jaringan lunak, hampir semua dalam bentuk ester fosfat. Fosfat intraselular memegang peran sangat penting dalam proses biokimiawi intrasel, termasuk pada pembentukan dan transfer energi selular.1,4
            Di dalam serum, fosfat anorganik juga terbagi dalam 3 fraksi, yaitu ion fosfat, fosfat yang terikat protein dan fosfat dalam bentuk kompleks dengan Na, Ca, dan Mg. Fosfat yang terikat protein hanya sekitar 10% sehingga tidak bermakna dibanding keseluruhan fosfat anorganik di dalam serum. Dengan demikian sekitar 90% fosfat (ion dan kompleks) akan mudah difiltrasi di dalam glomerulus.1,4
            Ginjal memegang peranan sangat penting pada homeostasis fosfor di dalam serum. Beberapa faktor,baik intrinsik maupu ekstrinsik, yang mempengaruhi renal tubular phosphorus treshold (TmP/GFR), akan dapat mempengaruhi kadar fosfat di dalam serum, misalnya pada hiperparatiroidisme primer, TmP/GFR akan menurun, sehingga terjadi ekskresi fosfat yang berlebihan, akibatnya timbul hipoposfatemia. Sebaliknya, pada gangguan fungsi ginjal dan hipoparatiroidisme, TmP/GFR akan meningkat sehingga ekskresi fosfat menurun dan terjadi hiperposfatemia.1,4
            Secara biologik, hasil kali Ca dan P selalu konstan, sehingga peningkatan kadar fosfat di dalam serum akan diikuti dengan penurunan kadar Ca serum, dan yang terakhir ini akan merangsang peningkatan kadar PTH yang akan menurunkan TmP/GFR sehingga terjadi ekskresi fosfat melalui urin dan kadar fosfat di dalam serum kembali menjadi normal, demikian pula kadar Ca di dalam serum. Pada gagal ginjal kronik, terjadi hiperfosfatemia yang menahun, sehingga timbul hipertiroidisme sekunder akibat kadar Ca serum yang rendah.1,4
2.1.3. Vitamin D
            Vitamin D diproduksi oleh kulit melalui paparan sinar matahari, kemudian mengalami dua kali hidroksilasi oleh hepar dan ginjal, menjadi vitamin D yang aktif, yaitu 1,25-dihidroksivitamin D [1,25 (OH)2D].1,4
            Fungsi utama vitamin D adalah menjaga homeostasis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan mobilisasi kalsium dan tulang pada keadaan asupan kalsium yang inadekuat.1,4
            Vitamin D reseptor terdapat di seluruh dinding usus halus, dengan konsentrasi tertinggi di dalam duodenum. 1,25(OH)2D berperan secara langsung pada masuknya kalsium ke dalam sel usus melalui membran plasma, meningkatkan gerakan kalsium melalui sitoplasma dan keluarnya kalsium dari dalam sel melalui membran basilateral ke sirkulasi. Mekanisme yang pasti dari proses ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah diketahui bahwa 1,25(OH)2D akan meningkatkan produksi dan aktivitas CABP, fosfatase alkali, ATPase, brush border actin, dan brush border protein. CABP merupakan protein utama yang berperan pada fluks Ca melalui mukosa gastrointestinal.1,2,4
            Di tulang  1,25 (OH)2D akan menginduksi monocystic stem cell  di sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas. Setelah berdiferensiasi menjadi osteoklas, sel ini akan kehilangan kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25 (OH)2D. Aktivitas osteoklas akan diatur oleh 1,25 (OH)2D secara tidak langsung, melalui osteoblas yang menghasilkan berbagai sitokin dan hormon yang dapat mempengaruhi proses osteoblas. Pada proses mieralisasi tulang, 1,25 (OH)2D beperan menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan ekstraselular, sehingga deposos kalsium hidroksiapatit pada matriks tulang akan berlangsung dengan baik.1,2,4
            Di ginjal, 1,25 (OH)2D malaui VDR-nya berperan mengatur sendiri produksinya melalui umpan-balik negatif produksinya dan menginduksi metabolisme hormon ini menjadi asam kalsitroat yang inaktif dan larut di dalam air.1,2,4
2.2. Definisi Osteomalasia
            Osteomalasia adalah kelainan akibat tidak sempurnanya mineralisasi tulang baru yang masih dalam bentuk osteoid pada tempat turn over tulang. Sebagian besar osteomalasia terjadi melalui mekanisme akibat hipokalsemia, hipoposfatemia atau hambatan langsung proses mineralisasi.2,6
            Osteomalasia ditandai dengan gangguan mineralisasi pada matriks tulang. Kalsium, fosfat, dan vitamin D dibutuhkan dalam mineralisasi tulang. Normalnya kadar kalsium dan hormon paratiroid (parathyroid hormone = PTH) berbanding terbalik. Sedikit penurunan kadar kalsium serum akan meningkatkan pelepasan PTH yang akan meningkatkan pelepasan PTH yang akan meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal, ekskresi fosfat di tubulus ginjal dan resorpsi kalsium dari tulang. Vitamin D diproduksi di kulit dengan bantuan cahaya ultraviolet atau diabsorbsi dari diet di usus halus. Aktivasi vitamin D menjadi 25-hydroxy vitamin D (25-OHD) terjadi pada hati dan menjadi 1,25-dihydroxy vitamin D (1,25-(OH)2D) di tubulus proksimal ginjal. Kadar PTH yang tinggi dan hipokalsemia menstimulasi enzim 1-hidroksilase  ginjal untuk mengubah 24-OHD menjadi 1,25-(OH)2D yang meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus.2,3,6

2.3. Epidemiologi Osteomalasia
            Populasi berisiko adalah orang tua yang hanya tinggal dalam rumah dan sedikit mendapatkan paparan sinar matahari, diet kalsium dan vitamin D yang kurang, pasien dengan malabsorbsi yang berhubungan dengan operasi bypass gastrointestinal atau penyakit celiac, imigran dari iklim hangat ke iklim dingin, wanita atau pria dengan gaun tradisional yang mencegah paparan sinar matahari. Bentuk defisiensi vitamin D yang ditemukan di  masa kecil berhubungan dengan osteomalasia pada orang dewasa, tetapi gangguan ini jarang terjadi.2,5
            Osteomalasia dapat pula terjadi pada pasien dengan hipofosfatemian primer karena kelainan herediter yang disebut hypophosphatemic rickets syndrome. Hypophosphatemic rickets syndrome herediter terjadi pada masa kanak-kanak dan bertahan hingga dewasa, gangguan ini jarang terjadi. Ada juga osteomalasia yang terjadi didapat akibat diinduksi tumor dalam rangkaian sindrom paraneoplasma.2,5

2.4. Patogenesis Osteomalasia
            Proses mineralisasi tulang dan tulang rawan sangat kompleks, dimana kalsium dan fosfat inorganik disimpan dalam matriks organik, proses ini tergantung pada:2
-          Ketersediaan kalsium dan fosfat di dalam cairan ekstraselular.
-          Fungsi metabolik dan transport yang adekuat di dalam kondrosit dan osteoblas dalam meregulasi kadar kalsium, fosfat, dan ion lainnya pada tempat mineralisasi.
-          Tersedianya kolagen dalam jenis, jumlah, dan distribusi tertentu.
-          pH yang optimal untuk deposit kompleks kalsium-fosfat.
-          Rendahnya kadar inibitor kalsifikasi pada matriks tulang.
Regulasi mineralisasi tulang yang memadai diperlukan dalam turn over tulang. Osteomalasia bisa terjadi jika regulasi mineralisasi tulang tidak memadi meskipun kadar kalsiem dan fosfat normal. Pada beberapa penyakit, pengaruh perubahan pH, matriks kolagen yang abnormal atau konsentrasi inhibitor kalsifikasi yang tinggi menyebabkan mineralisasi tulang yang abnormal. Osteomalasia juga bisa terjadi pada keadaan hipoposfatemia yang lama yang mungkin merupakan akibat dari ekskresi fosfat lewat ginjal yang berlebihan, penggunaan etidronat atau antasida pengikat fosfat dalam jangka lama.2,4

2.5. Gejala dan Tanda Osteomalasia
            Ostemalasia kadang asimtomatik dan tampak secara radiologis sebagai osteopenia, namun juga dapat muncul dengan gejala khas, termasuk nyeri tulang difus, poliartralgia, kelemahan otot dan kesulitan berjalan. Dalam sebuah laporan dari 17 pasien dengan osteomalasia pada biopsi tulang, temuan berikut dapat diamati:2,3,5
-          Nyeri tulang dan kelemahan otot pada 84% pasien.
-          Tulang yang rapuh pada 84% pasien.
-          Patah tulang pada 76% pasien.
-          Kesulitan berjalan dan tertatih-tatih pada 24% pasien.
-          Kekakuan otot, kram, tanda Chvostek’s positif, kesemutan/mati rasa pada 6-12% pasien.
Aktivitas mineralisasi matriks pada osteomalasia secara biokimia lebih rendah dibandingkan tulang normal, sehingga pasien dengan defisiensi vitamin D cenderung mangalami tulang bengkok dan patah akibat menahan beban.2

2.6. Etiologi Osteomalasia
            Osteomalasia dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:2,3,5
1.      Defisiensi vitamin D
Defisiensi vitamin D adalah penyebab tersering osteomalasia. Terdapat 3 penyebaba tersering defisiensi vitamin D, yaitu paparan sinar matahari yang rendah, asupan vitamin D yang rendah (nutrisional),  dan malabsorpsi. Mal absorsi dapat terjadi akibat penyakit dan kelainan gastrointestinal, seperti obstruksi bilier, insufisiensi pankreas, dan operasi reseksi usus halus. 2,3,5
Perubahan metabolisme didalam tubuh juga dapat menyebabkan defisiensi vitamin D, yaitu menurunnya 25-hydroxy vitamin D dari liver atau akibat penyakit di saluran cerna, sindrom nefrotik, dan obat anti kejang. Menurunnya 1,25-dihydroxy vitamin D karena penyakit ginjal. Gangguan metabolisme vitamin D terkait penyakit rickets (vitamin D-dependent rickets (VDDR)) baik tipe I maupun tipe II. VDDR tipe I disebut juga pseudo-vitamin D deficiency,  merupakan penyakit herediter yang bersifat resesif autosomal, yang ditandai dengan kadar 1,25 (OH)2D yang rendah akibat gangguan aktivitas 25 OHD-1α-hidroksilase di ginjal, sehingga kadar 25 OHD didalam serum sangat rendah. Penyakit ini sangat jarang, biasanya menyerang anak dibawah 2 tahun, terutama pada 6 bulan pertama kehidupan dan dapat diatasi dengan memberikan vitamin D dosis tinggi atau kalsitrol dosis fisiologik. VDDR tipe II disebut juga hereditary 1,25(OH)2D resistent rickets, merupakan kelainan yang jarang terjadi dan menyeranga anak-anak yang diakibatkan oleh abnormalitas jumlah, afinitas dan fungsi reseptor 1,25(OH)2D intraselular, sehingga kadar  1,25(OH)2D di serum tinggi tetapi tidak berfungsi. 2,3,5 

2.      Defisiensi kalsium
Defisiensi kalsium dapat terjadi akibat asupan yang kurang atau ekskresi yang berlebihan lewat urin atau feses. Ekskresi lewat urin yang berlebihan dapat diakibatkan oleh kebocoran di ginjal atau akibat penggunaan glukokortikoid atau hiperkalsiuria idiopatik. Terapi pilihan adalah dengan pemberian kalsium karbonat, karena selain harganya murah, juga kandungan kalsium elementalnya cukup tinggi. 2,3,5
3.      Defisiensi fosfat
Defisiensi fosfat dapat disebabkan oleh asupan fosfat yang rendah, gangguan absorbsi fosfat diusus atau peningkatan klirens fosfat di ginjal. Hipoposfatemia akan mengakibatkan peningkatan aktivitas 25(OH)D-2α-hidroksilase di ginjal sehingga kadar 1,25(OH)2D meningkat. Akibatnya akan terjadi hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan peningkatan resorbsi tulang oleh osteoklas. 2,5
X-linked hypophosphatemia (vitamin D-resistent rickets/VDDR) juga dapat menyebabkan defisiensi fosfat. Kelainan ini disebabkan oleh defek pada transport fosfat di tubulus ginjal sehingga terjadi pembuangan fosfat yang berlebihan dan hipoposfatemia. Kelainan ini juga akan mengakibatkan gangguan metabolisme vitamin D sehingga produksi 1,25 (OH)2D menurun. Kelainan ini ditemukan terutama pada anak-anak, tetapi kadang ditemukan juga pada orang dewasa. 2,5
Hipoposfatasia merupakan kelainan yang diturunkan secara resesif autosomal dan ditandai dengan rendahnya kadar alkali fosfatase di serum dan jaringan. Mekanisme osteomalasia pada kelainan ini tidak jelas; diduga akibat kegagalan hidrolisa pirofosfat yang merupakan inhibitor mineralisasi, sehingga terjadi defek mineralisasi tulang. 2,5
4.      Sindrom nefrotik
Osteomalasia pada sindrom nefrotik diakibatkan oleh pembuangan vitamin D yang berlebihan lewat urin. Di dalam darah, vitamin D terikat pada α-globulin yang disebut vitamin D-bnding protein (DBP).  Pada sindrom nefrotik, DBP ikut terbuang lewat urin sehingga vitamin D yang terikat DBP ikut terbuang. Walaupun demikian, kadar vitamin D bebas di dalam serum tetap dalam batas normal, sehingga pengukuran kadar vitamin D total dapat mengelirukan. 2,3,5
5.       Penyakit hati kronik
Hati berperan dalam hidroksilasi vitamin D pada posisi 25. Penurunan kadar 25OHD dapat disebabkan oleh penurunan sintesis DBP oleh hati, nutrisi yang buruk dan malabsorbsi. 2
6.      Hipoparatiroidisme
Hormon paratiroid berperan sebagai stimulator produksi 1,25 (OH)2D sehingga hipoparatiroidisme akan menurunkan produksi 1,25 (OH)2D. 2
7.      Obat antikonvulsan
Penggunaan penitoin atau fenobarbital jangka panjang akan merangsang enzim sitokrom P450 di hepar sehingga mengganggu meabolisme vitamin D. Akibatnya kadar 25 OHD di serum turun., tetapi kadar 1,25 (OH)2D tetap dalam batas normal. Selain itu penitoin juga dapat menrunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkatkan resopsi tulang oleh osteoklas. Walaupun demikian penggunaan antikonvulsan jarang menimbulkan gejala klinik osteomalasia, kecuali bila disertai faktor predisposis lain, seperti nutrisi yang buruk atau paparan sinar matahari yang kurang. 2
8.      Intoksikasi alumunium
Terjadi akibar asupan kalsium yang berlebihan, misalnya penggunaan pengikat fosfat yang mengandung alumunium, atau antasid yang mengandung alumunium atau penggunaan cairan dialisat yang mengandung alumunium pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Alumunium akan menghamat aktivitas PTH dan 1α-hidroksilase, menghambat aktivitas osteoblas dan menggangu mineralisasi tulang.2
9.      Etidronat
Etidronat merupakan bisfofonat generasi satu yang dapat menghambart kristalisasi kalsium fosfat, terutama pada dosis 5-10 mg/kgBB. Efek ini tidak didapatkan pada biposfonat lain. 2
10.  Flourida
Garam ini dapat merangsang formasi tulang.  Dan dapat mengganggu mineralisasi tulang dengan mekanisme yang belum diketahui. 2,5
2.7. Diagnosis Osteomalasia
            Manifestasi klinis osteomalasia pada orang dewasa relatif tidak spesifik. Meskipun perubahan radiografik khas seperti zona looser dapat dilihat, namun osteomalasia paling sering didiagnosis secara biokimia berdasarkan konsentrasi fosfat menurun dan alkali fosfat meningkat. Pengukuran 25-OHD memberikan konfirmasi bermanfaat tentang kekurangan vitamin D, tetapi hal ini kadang normal (misalnya pada gagal ginjal kronik). Biopsi tulang di krista iliaka harus dilakukan jika ada kesulitan diagnosis.2,5
            Gambaran laboratorium (Tabel 1) yang biasa didapat adalah:
-          Alkali fosfatase serum meningkat pada 95-100% kasus.
-          Kalsium dan fosfor serum menurun pada 27-38% kasus.
-          Kalsium urin rendah pada 87% kasus.
-          25-hidroxy vitamin D kurang dari 15 ng/mL pada 100% kasus.
-          Peningkatan kadar PTH pada 100% kasus.
Tabel 1. Temuan Laboratorium pada Osteomalasia2
Kelainan
Fosfat Serum
Kalsium Serum
Alkali Fosfatase Serum
Hormon Paratiroid
25-OHD
1,25(OH)2D
Defisiensi vitamin D
↓/N
↓/N
↓↓
atau
Kondisi akibat ekskresi fosfat urin
↓↓
N
N
N
N
Proksimal renal tubular asidosis
N
N
N
N
N
Hipofosfatasia
N
N
N
N
N
Osteogenesis inferfecta dan axial osteomalasia
N
N
N/
N
N
N
 Osteoporosis
N
N
N
N
N/
N

Pada gambaran radiologis bisa didapatkan:
-          Gambaran densitas yang rendah karena gangguan mineralisasi dan mirip dengan osteoporosis.
-          Deformitas tulang dan epifise melebar.
-          Fraktur inkomplit (looser zone) adalah tanda klasik osteomalasia. Loose zone pada radiografi tampak garis lusen yang menggambarkan unmineralisasi osteoid, pada posisi tegak lurus dengan korteks tulang.
-          Fraktur patologis.


Gambar 1. Osteomalasia: densitas tulang rendah dan deformitas tulang (bengkok). 7

Gambar 2. Osteomalasia: deformitas tulang (bengkok), dan epifise melebar.8
Gambar 3. Osteomalasia: Fraktur inkomplit (looser zone).9

Gambar 4. Osteomalsia: fraktur patologik pada caput femoralis.10
Gambar 5. MRI artikulasio genu osteomalasia: gambaran hipointens pada metafisis dan subkondral (panah hitam) dan collaps pada tulang rawan di kondilus femoral lateralis.7

2.8. Penatalaksanaan Osteomalasia
            Osteomalasia dapat diobati dengan terapi berikut:2,5
1.      Kalsitrol atau alfacalcidol memberikan efek yang signifikan. Diet dan pemberian vitamin D yang adekuat (1000-2000 IU/hari) diharapkan bisa mempercepat penyembuhan tulang.
2.      Pada kondisi malabsorbsi vitamin D
Pada penderita malabsorbsi vitamin D, sambil memperbaiki penyebab malabsorbsi, dapat diberikan vitamin D dosis besar (50.000IU sekali hingga tiga kali atau lebih setiap pekan) mungkin dibutuhkan.
3.      Pada kondisi hipoposfatemia dan kelainan absobsi fosfat renotubular.
Mineralisasi tulang terjadi dengan terapi fosfat dan 1,25 (OH)2D dosis tinggi. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah hiperparatiroidisme terkait terapi fosfat. Pada penderita insuffisiensi ataupun gagal ginjal, pengikat fosfat harus diminum sesudah makan untu menurunkan absorbsi fosfat di usus halus.
2.8. Pencegahan Osteomalasia
            Untuk mendapatkan sinar ultraviolet yang cukup makan muka, lengan, tangan, dan punggung harus terpapar  sinar matahari tanpa tabir surya selama 15 menit setidaknya 2 kali sepekan. Makanan alamin sumber vitamin D sperti ikan, khususnya salmon, minyak ikan dan sarden atau tuna kaleng sebaiknya dicukupi. Banyak susu sapi di pasaran mengandung 400 IU vitamin D tipa liter, namun susu skim dan produk susu olahan lainnya mengandung vitamin D lebih rendah. Pada orang-orang yang kruang terkena paparan sinar matahari direkomendasikan mengkonsumsi vitamin D 1000 IU perhari. Pasien yang menerima terapi penitoin jangka lama harus diberikan vitain D 50.000 tiap 2 hingga 4 pekan untuk profilaksis.2

2.9. Prognosis Osteomalasia                                          
            Kekurangan vitamin D akibat kurangnya asupan atau malabsobrsi basanya berespon baik dnegan terapi pengganti vitamin D. Osteomalasia yang terkait dengan gagal ginjal kronik sulit untuk dikelola dan memerlukan terapi jangka panjang. Sebagian kasus hipokalsemia terkait  gagal ginjal kronik, kadang sulit disembuhkan.2








BAB III
KESIMPULAN
Osteomalasia adalah kelainan akibat tidak sempurnanya mineralisasi tulang baru yang masih dalam bentuk osteoid pada tempat turn over tulang. Sebagian besar osteomalasia terjadi melalui mekanisme akibat hipokalsemia, hipoposfatemia atau hambatan langsung proses mineralisasi.
Proses mineralisasi tulang dan tulang rawan sangat kompleks, dimana kalsium dan fosfat inorganik disimpan dalam matriks organik, proses ini tergantung pada: ketersediaan kalsium dan fosfat di dalam cairan ekstraselular, fungsi metabolik dan transport yang adekuat di dalam kondrosit dan osteoblas dalam meregulasi kadar kalsium, fosfat, dan ion lainnya pada tempat mineralisasi, tersedianya kolagen dalam jenis, jumlah, dan distribusi tertentu, pH yang optimal untuk deposit kompleks kalsium-fosfat, dan rendahnya kadar inibitor kalsifikasi pada matriks tulang.
Osteomalasia jarang menunjukan gejala yang khas, gejala yang ditemui pada osteomalasia diantaranya adalah nyeri tulang dan kelemahan otot pada 84% pasien, tulang yang rapuh pada 84% pasien, patah tulang pada 76% pasien, kesulitan berjalan dan tertatih-tatih pada 24% pasien, kekakuan otot, kram, tanda Chvostek’s positif, kesemutan/mati rasa pada 6-12% pasien. Osteomalasia paling sering didiagnosis berdasarkan konsentrasi fosfat menurun dan alkali fosfat meningkat. Pengukuran 25-OHD yang menunjukkan kekurangan vitamin D, dan diagnosis pasti dengan biopsi tulang di krista iliaka.
Pada gambaran radiologis bisa didapatkan pada osteomalasia adalah gambaran densitas yang rendah karena gangguan mineralisasi dan mirip dengan osteoporosis, deformitas tulang dan epifise melebar, fraktur inkomplit (looser zone) dan bahkan menyebabkan fraktur patologis. Osteomalsia berespon baik dengan pemberian preparat kalsium dosis tinggi atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Setiyohadi, B. 2009. Struktur dan Metabolisme Tulang. Dalam: Sudoyo AW, dkk , editor. Buku Ajar  Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing (hal. 2385-401).

2.      Kertia, N. 2009. Osteomalasia. Dalam: Sudoyo AW, dkk , editor. Buku Ajar  Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing (hal. 2677-9).

3.      Rasjad, C. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi III. Jakarta; Yarsif Watampone.

4.      Guyton, AC dan Hall, JE. 2008. Hormon Paratioroid, Kalsitonin, Metabolisme Kalsium dan Fosfat, Vitamin D, Tulang dan Gigi. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC (hal. 1029-47)

5.      Price, SA dan Wilson, LM. 2006. Gangguan Sistem Muskuloskletal dan Jaringan Ikat. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC (hal. 1357-413)

6.      Basha B, Rao D, Han Z. 2000. Osteomalacia due to Vitamin D depletion.  Am J Med: 108: hal. 296-300.

7.      Khan, AN, dkk. 2015. Imaging in Osteomalacia and Renal Osteodystrophy. (Internet). Diakses pada tanggal 18 Desember 2015. http://emedicine.medscape.com/article/392997-overview#a6

8.      Plotkin, HB, dkk. 2015. Disorder of Bone Mineralization. (internet). Diakses pada tanggal 18 Desember 2015. http://emedicine.medscape.com/article/985766-overview#showall

9.      Anonim. 2015. Osteomalacia. (internet). Diakses pada tanggal 18 Desember 2015. http://www.arthritisresearchuk.org/arthritis-information/conditions/osteomalacia/symptoms.aspx

10.  Anonim. 2015. Osteopedia. (Internet). Diakses pada tanggal 18 Desember 2015. http://www.rad.washington.edu/academics/academic-sections/msk/teaching-materials/online-musculoskeletal-radiology-book/osteopenia   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar